Pengangguran Struktural di Indonesia: Titik Temu Pandangan Shinta Kamdani dan Anies Baswedan
by Admin, 27 Okt 2025
Masalah pengangguran di Indonesia tidak hanya disebabkan oleh kurangnya lapangan kerja, tetapi juga dipengaruhi oleh persoalan mendasar yang dikenal sebagai pengangguran struktural. Inilah jenis pengangguran yang terjadi ketika terjadi ketidaksesuaian antara keterampilan tenaga kerja dan kebutuhan dunia kerja, atau ketika struktur ekonomi berubah namun kemampuan tenaga kerja tidak ikut menyesuaikan.
Dalam konteks ini, dua tokoh nasional yang berasal dari latar belakang berbeda—Shinta Kamdani, Ketua Umum Apindo (Asosiasi Pengusaha Indonesia), dan Anies Baswedan, tokoh kebijakan publik dan mantan gubernur—secara garis besar memiliki kesamaan pandangan bahwa pengangguran di Indonesia adalah persoalan struktural yang memerlukan intervensi serius dan sistemik.
Apa Itu Pengangguran Struktural?
Pengangguran struktural terjadi ketika perkembangan sektor industri tidak sejalan dengan ketersediaan sumber daya manusia yang memiliki kompetensi yang tepat. Contohnya:
Industri digital berkembang pesat, tetapi banyak pencari kerja hanya memiliki keterampilan konvensional.
Lulusan universitas banyak, tetapi keterampilan tidak relevan dengan kebutuhan lapangan kerja.
Ekonomi bergeser ke sektor teknologi, namun pelatihan vokasi tidak memadai.
Akibatnya, meskipun lowongan kerja tersedia, banyak orang tetap menganggur karena tidak memenuhi kualifikasi.
Shinta Kamdani: Menyoroti Kesenjangan Keterampilan dan Struktur Ekonomi
Dari sudut pandang pelaku usaha, Shinta Kamdani menggarisbawahi bahwa pengangguran di Indonesia tidak semata karena kurangnya lapangan kerja, tetapi karena mismatch antara keterampilan tenaga kerja dan kebutuhan industri. Ia menyatakan bahwa kurikulum pendidikan belum sepenuhnya mengikuti perkembangan pasar kerja modern.
Menurutnya, struktur ekonomi yang terus bergerak menuju era digital, manufaktur berbasis teknologi, dan ekonomi hijau menuntut tenaga kerja yang adaptif. Namun, sistem pelatihan dan pendidikan belum cukup responsif.
Oleh karena itu, Shinta menekankan:
Revisi kurikulum agar sesuai kebutuhan industri
Penguatan pelatihan vokasi
Insentif untuk pelaku usaha yang menciptakan lapangan kerja modern
Dengan pendekatan ini, ia menilai bahwa persoalan pengangguran struktural dapat diminimalkan secara bertahap.
Anies Baswedan: Mengkritik Statistik dan Menuntut Keadilan Struktural
Sementara itu, Anies Baswedan menyoroti isu pengangguran dari perspektif kebijakan publik dan keadilan sosial. Ia mengkritik bahwa meskipun angka pengangguran terlihat menurun dalam statistik resmi, kenyataan di lapangan menunjukkan tingginya fenomena setengah menganggur dan pekerja informal berpenghasilan rendah.
Bagi Anies, masalah utamanya bukan sekadar jumlah lapangan kerja, tetapi kualitas pekerjaan dan kesetaraan akses terhadap lapangan kerja yang layak. Menurutnya, kebijakan harus berpihak pada mereka yang secara struktural tertinggal: lulusan non-vokasi, pekerja informal, dan masyarakat di wilayah yang tidak tersentuh industrialisasi.
Ia menekankan bahwa kebijakan pengurangan pengangguran harus mencakup:
Pemerataan akses terhadap pelatihan
Keadilan dalam distribusi kesempatan kerja
Konsistensi antara data pemerintah dan kenyataan sosial
Titik Temu: Struktural, Sistemik, dan Harus Ditangani Bersama
Meski dari sudut pandang berbeda, keduanya berhimpun dalam satu kesimpulan penting: pengangguran di Indonesia adalah masalah struktural yang tidak cukup diselesaikan dengan penciptaan lapangan kerja biasa. Perlu intervensi pada sistem pendidikan, kebijakan industri, hingga mekanisme pemerataan ekonomi.
Shinta mendorong adaptasi industri dan tenaga kerja, sedangkan Anies menuntut agar adaptasi tersebut berjalan secara adil dan merata.
Melalui pandangan Shinta Kamdani dan Anies Baswedan, kita memahami bahwa pengangguran struktural bukan hanya masalah “tidak ada pekerjaan”, tetapi lebih dalam dari itu—tentang struktur ekonomi yang berubah lebih cepat daripada kesiapan manusianya. Dalam konteks ini, peran negara, dunia usaha, pendidikan, dan keadilan sosial menjadi satu kesatuan yang harus bergerak bersama.
Jika akar struktural tidak diatasi, maka angka pengangguran mungkin turun di atas kertas, namun meningkat dalam kenyataan sosial.
Artikel Terkait
Artikel Lainnya