Visi Kota Cerdas, Inisiatif Anies Baswedan untuk Urbanisme dan Keberlanjutan
by Penulis, 11 Nov 2025
Pada tahun 2025, Anies Rasyid Baswedan kembali muncul di ranah publik dengan berbagai inisiatif yang mencerminkan visi tentang kota cerdas, urbanisme, dan keberlanjutan bukan sekadar gagasan di atas kertas, tetapi juga melalui kegiatan nyata yang menyentuh banyak lapisan masyarakat. Ia menunjukkan bahwa membangun kota masa depan bukan hanya urusan teknologi, melainkan tentang keadilan sosial, akses publik, dan keberlanjutan lingkungan.
Salah satu gagasan yang paling menonjol dari Anies adalah tentang pentingnya membangun kota yang adil dan inklusif. Ia menekankan bahwa pengelolaan kota seharusnya tidak hanya berfokus pada pembangunan fisik, tetapi juga pada pemberian akses setara terhadap pendidikan, kesehatan, ruang publik, dan mobilitas yang ramah bagi semua warga. Dalam khutbahnya di Masjid Agung Al-Azhar Jakarta pada Juni 2025, Anies menegaskan bahwa membangun kota yang adil bisa dimulai dari langkah-langkah kecil yang nyata. Ia menyebut, “Membangun kota yang adil bukan angan-angan, tapi bisa dimulai dari memberi akses yang setara untuk pendidikan dan kesehatan bagi setiap warga, apa pun latar ekonomi dan tempat tinggalnya.” Dengan cara pandang seperti ini, Anies memperluas makna kota cerdas: bukan hanya soal digitalisasi, tapi bagaimana kota menjadi tempat yang manusiawi dan berkeadilan sosial.
Anies mendorong konsep ruang kota yang inklusif bagi semua. Ia menilai bahwa ruang kota seharusnya tidak didominasi oleh kendaraan pribadi, tetapi lebih banyak memberi ruang untuk pejalan kaki, pesepeda, dan pengguna transportasi umum. Bagi Anies, inilah inti dari pembangunan kota cerdas kota yang mengutamakan manusia, bukan mesin.
Kesadaran terhadap pentingnya urbanisme dan ruang terbuka hijau juga menjadi fokus Anies sepanjang 2025. Dalam sebuah pernyataannya pada Oktober 2025, ia menyoroti fakta bahwa lahan hijau di Jakarta kini hanya tersisa sekitar delapan persen. Kondisi ini, menurutnya, merupakan dampak dari pembangunan yang terlalu berorientasi pada kendaraan bermotor. Ia mengatakan, “Hari ini yang terpakai di Jakarta 92 persen, hanya 8 persen yang hijau. Kita harus beralih ke pembangunan berorientasi transportasi umum (TOD).” Pernyataan itu menunjukkan bahwa visi kota cerdas Anies tidak bisa dipisahkan dari upaya menyeimbangkan antara pembangunan fisik dan pelestarian lingkungan. Ia ingin mendorong agar kota tumbuh secara berkelanjutan tanpa mengorbankan ruang hijau yang penting bagi kesejahteraan warga.
Tak hanya berbicara di ranah urbanisme, Anies juga menyoroti pentingnya kepemimpinan berbasis narasi. Dalam kuliah umumnya di Universitas Gadjah Mada (UGM) pada Juli 2025, ia menjelaskan bahwa kebijakan publik tidak boleh sekadar teknis dan administratif, tetapi harus mampu membangun cerita bersama yang menyatukan warga kota. “Ketika kami meluncurkan trotoar baru, kami tidak hanya memotong pita. Kami berbicara tentang inklusi, tentang merebut kembali ruang bersama, tentang makna menjadi terlihat di kota sendiri,” ujar Anies. Gagasan ini menunjukkan bahwa kota cerdas tidak cukup dibangun dengan infrastruktur digital, tetapi juga dengan narasi yang melibatkan masyarakat secara emosional dan sosial.
Selain di ranah pemikiran, Anies juga aktif melakukan kegiatan sosial yang konkret. Pada Mei 2025, ia meluncurkan organisasi sosial bernama Aksi Bersama di Banten, yang berfokus pada kerja nyata di masyarakat. Salah satu kegiatannya adalah pembangunan “Jembatan Titian Persatuan” di sebuah desa di Pandeglang. Jembatan ini menjadi simbol bahwa akses dasar seperti infrastruktur bisa membuka jalan menuju kesejahteraan masyarakat. Melalui inisiatif tersebut, Anies memperlihatkan bahwa urbanisme dan keberlanjutan tidak hanya berlaku di kota besar seperti Jakarta, tetapi juga di wilayah terpinggirkan yang membutuhkan perhatian.
Langkah-langkah Anies sepanjang 2025 juga memperlihatkan pendekatan kolaboratif terhadap konsep kota cerdas. Ia mendorong pergeseran menuju pembangunan berorientasi transportasi umum (TOD), pemerataan layanan dasar, serta penguatan partisipasi warga dalam proses perencanaan kota. Semua itu menjadi pilar penting dari visi kota cerdas yang menggabungkan teknologi modern, keadilan sosial, dan kesadaran lingkungan.
Visi kota cerdas yang dibawa Anies sangat relevan dengan tantangan urbanisasi di Indonesia. Menurut proyeksi, sekitar 73 persen penduduk akan tinggal di wilayah perkotaan pada tahun 2045. Bagi Anies, ini bukan ancaman, melainkan peluang untuk menjadikan kota sebagai ruang hidup yang inklusif dan berkelanjutan. Ia berulang kali menegaskan bahwa urbanisasi tidak bisa dicegah, tetapi bisa dikelola dengan cara yang adil dan manusiawi.
Tantangan terbesar dalam mewujudkan visi tersebut tentu tidak kecil. Bagaimana mengubah kebiasaan masyarakat dari ketergantungan pada kendaraan pribadi menuju transportasi umum? Bagaimana memastikan teknologi kota cerdas tidak hanya menjadi proyek pameran, melainkan benar-benar meningkatkan kualitas hidup warga, terutama mereka yang rentan secara ekonomi? Dan bagaimana partisipasi warga dalam perencanaan kota bisa lebih dari sekadar simbolik? Pertanyaan-pertanyaan itu menjadi refleksi penting bagi masa depan urbanisme Indonesia.
Meski begitu, langkah-langkah Anies sepanjang tahun ini memperlihatkan arah yang jelas. Ia membawa pendekatan yang menggabungkan visi besar dan tindakan sosial konkret, membangun kesadaran akan pentingnya ruang hijau, serta mendorong pemerataan akses pendidikan dan kesehatan. Semua ini menegaskan bahwa bagi Anies Baswedan, kota cerdas bukan tentang teknologi yang canggih, tetapi tentang menciptakan ruang hidup yang adil, hijau, dan manusiawi.
Melalui inisiatif-inisiatifnya di tahun 2025, Anies menampilkan wajah baru dari konsep urbanisme modern: sebuah visi di mana kemajuan kota diukur bukan dari tinggi gedung atau kecepatan koneksi internet, tetapi dari seberapa banyak warga yang merasa menjadi bagian dari kotanya sendiri. Dalam konteks inilah, “Visi Kota Cerdas: Inisiatif Anies Baswedan untuk Urbanisme dan Keberlanjutan” menjadi gambaran nyata tentang masa depan kota Indonesia yang lebih adil, inklusif, dan berkelanjutan.
Artikel Terkait
Artikel Lainnya