
Wacana pemilihan kepala daerah (pilkada) melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kembali menuai penolakan. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) bersama organisasi kemasyarakatan Gerakan Rakyat menilai usulan tersebut berpotensi mengurangi hak politik warga serta melemahkan prinsip demokrasi.
Politikus PDI-P Guntur Romli menegaskan bahwa partainya tetap konsisten mempertahankan mekanisme pilkada langsung, di mana rakyat menjadi pemegang kedaulatan tertinggi dalam menentukan pemimpin daerah. Menurutnya, pemilihan kepala daerah melalui DPRD tidak sejalan dengan semangat Reformasi yang menempatkan rakyat sebagai subjek utama demokrasi.
“Kami menghormati pandangan partai lain, tetapi PDI Perjuangan tetap menginginkan pilkada langsung, bukan melalui DPRD,” ujar Guntur kepada tampang.com, Senin (29/12/2025).
Guntur menilai dalih efisiensi anggaran yang kerap dikaitkan dengan pilkada tidak langsung tidak relevan untuk membenarkan pembatasan hak politik masyarakat. Menurutnya, efisiensi seharusnya dimulai dari pembenahan internal pemerintahan, bukan dengan mengurangi ruang partisipasi publik.
“Efisiensi tidak bisa dijadikan alasan untuk mengambil hak politik rakyat. Seharusnya efisiensi dimulai dari pengurangan fasilitas dan biaya elite pemerintahan, bukan dengan mengorbankan hak demokratis masyarakat,” tegasnya.
Ia juga menilai pilkada melalui DPRD sebagai bentuk kemunduran demokrasi yang berpotensi menghidupkan kembali praktik politik tertutup dan elitis.
“Pilkada lewat DPRD merupakan kemunduran demokrasi. Di tengah kondisi masyarakat yang masih menghadapi berbagai kesulitan dan bencana, wacana ini tidak memiliki urgensi. Terlebih, berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi, pilkada masih berjalan hingga 2031,” tambah Guntur.
Penolakan terhadap pilkada melalui DPRD juga disampaikan oleh Gerakan Rakyat. Ketua Umumnya, Sahrin Hamid, menilai mekanisme tersebut berisiko mempersempit partisipasi publik dan memperkuat dominasi elite politik.
“Biaya politik bukan alasan yang sah untuk mencabut hak demokratis rakyat. Di tengah krisis kepercayaan publik terhadap lembaga perwakilan, memindahkan pilkada ke DPRD justru berpotensi memperkuat politik elite,” ujar Sahrin melalui akun Instagram pribadinya, @sahrinhamid, Jumat (26/12/2025).
Pernyataan tersebut telah memperoleh izin untuk dikutip oleh SINDOnews. Sahrin menegaskan bahwa demokrasi tidak boleh dipersempit hanya pada pertimbangan efisiensi anggaran.
“Kedaulatan berada di tangan rakyat. Demokrasi tidak boleh ditarik kembali ke ruang-ruang kekuasaan yang tertutup,” ujarnya.
Baik PDI-P maupun Gerakan Rakyat memiliki kekhawatiran serupa terkait potensi menguatnya praktik politik transaksional apabila pilkada diserahkan kepada DPRD. Mekanisme pemilihan tidak langsung dinilai lebih rentan terhadap lobi elite dan minim transparansi, sehingga dapat menjauhkan rakyat dari proses pengambilan keputusan politik.
Di tengah upaya memperkuat kepercayaan publik terhadap lembaga perwakilan, pengalihan hak memilih dari rakyat ke DPRD justru dinilai berisiko memperlebar jarak antara masyarakat dan pemimpin daerah.
Penolakan dari partai politik dan organisasi masyarakat ini menegaskan bahwa isu pilkada bukan sekadar persoalan teknis pemilu, melainkan menyangkut prinsip dasar demokrasi dan kedaulatan rakyat. Pilkada langsung dipandang sebagai salah satu capaian Reformasi yang perlu dipertahankan dan diperkuat.
Dengan semakin banyaknya pihak yang menyuarakan penolakan, wacana pemilihan kepala daerah melalui DPRD diperkirakan akan terus menjadi perdebatan dalam dinamika politik nasional ke depan.
Peran Akmil AL dalam Diplomasi Militer Internasional
by Admin 19 Mar 2025
Apa Itu Landing Page dan Manfaatnya Bagi Pemasaran?
by Admin 3 Jul 2024