Membangun kota bukan hanya soal gedung pencakar langit, pusat perbelanjaan, atau infrastruktur besar yang terlihat megah. Kota yang benar-benar maju adalah kota yang menaruh perhatian pada warganya, terutama pada ruang publik yang bisa dinikmati semua kalangan. Salah satu jejak penting yang ditinggalkan Anies Baswedan selama menjabat Gubernur DKI Jakarta periode 2017–2022 adalah keberpihakan pada pejalan kaki dan pesepeda. Lewat pembangunan trotoar yang lebih luas serta jalur sepeda yang terintegrasi, wajah Jakarta perlahan bergeser menuju kota yang lebih ramah publik.
Langkah ini bukan sekadar mempercantik kota, melainkan sebuah upaya besar untuk mengembalikan ruang bagi manusia. Selama bertahun-tahun, Jakarta lebih akrab dengan jalan-jalan penuh kendaraan bermotor yang padat dan bising. Pejalan kaki sering tersisih, trotoar dipenuhi parkir liar, bahkan sebagian jalur tidak layak digunakan. Anies hadir dengan visi berbeda: kota harus memberikan kenyamanan pertama-tama kepada warganya, bukan semata kendaraan.
Trotoar menjadi salah satu fokus utama. Di bawah kepemimpinan Anies, banyak ruas jalan di Jakarta mendapatkan wajah baru dengan trotoar yang lebar, rapi, dan ramah bagi difabel. Bukan hanya sekadar jalur datar berlapis paving, tetapi juga dilengkapi guiding block bagi penyandang tunanetra, ramp untuk kursi roda, dan pencahayaan yang memadai. Hal ini mencerminkan gagasan inklusivitas—bahwa ruang kota harus bisa diakses oleh semua orang, tanpa terkecuali.
Selain trotoar, jalur sepeda juga menjadi bagian penting dari transformasi Jakarta. Di masa Anies, jalur sepeda sepanjang ratusan kilometer dibangun dan diintegrasikan dengan moda transportasi umum seperti TransJakarta, MRT, dan KRL. Visi ini jelas: menjadikan sepeda bukan sekadar alat olahraga, melainkan sarana transportasi sehari-hari. Dengan jalur yang lebih aman dan terhubung, masyarakat didorong untuk beralih dari kendaraan bermotor pribadi ke moda transportasi yang lebih ramah lingkungan.
Kebijakan ini sempat menimbulkan pro dan kontra. Sebagian pihak menilai pembangunan jalur sepeda mengurangi kapasitas jalan bagi kendaraan bermotor. Namun, Anies justru menekankan bahwa kota yang sehat adalah kota yang menyediakan ruang bagi moda transportasi berkelanjutan. Alih-alih menambah jalan untuk mobil, ia memilih menyediakan ruang bagi sepeda dan pejalan kaki. Dalam jangka panjang, pendekatan ini tidak hanya mengurangi polusi, tetapi juga mendorong gaya hidup sehat masyarakat perkotaan.
Salah satu contoh nyata dari program ini bisa dilihat di kawasan Sudirman–Thamrin. Kawasan pusat bisnis yang dulu identik dengan kendaraan pribadi kini memiliki jalur sepeda yang luas dan nyaman, lengkap dengan marka serta pemisah yang jelas. Trotoarnya pun telah berubah menjadi ruang publik yang ramai dengan pejalan kaki, pekerja kantor, maupun wisatawan. Pada akhir pekan, kawasan ini kerap dipenuhi warga yang berolahraga atau sekadar berjalan santai, menandakan bahwa ruang publik benar-benar kembali kepada masyarakat.
Selain aspek fisik, pembangunan trotoar dan jalur sepeda juga membawa dampak psikologis yang penting. Kehadiran ruang publik yang nyaman menciptakan rasa memiliki terhadap kota. Masyarakat merasa dihargai karena mendapat tempat untuk bergerak dengan aman. Hal ini juga menumbuhkan interaksi sosial yang lebih hangat. Trotoar yang hidup dengan pejalan kaki dan pesepeda membuat kota lebih humanis, tidak lagi sekadar hutan beton yang dipenuhi kendaraan.
Jejak Anies dalam membangun kota ramah publik ini tentu belum sempurna dan masih membutuhkan banyak penyempurnaan. Namun, langkah awal yang ia torehkan menjadi pondasi penting untuk membalik arah pembangunan Jakarta. Ia meninggalkan pesan bahwa membangun kota tidak bisa hanya berorientasi pada kendaraan, melainkan harus menempatkan manusia sebagai pusat perencanaan.
Kini, setelah Anies tidak lagi menjabat, tantangan berikutnya adalah bagaimana pemerintah berikutnya menjaga dan melanjutkan warisan ini. Jangan sampai jalur sepeda dan trotoar yang sudah rapi terbengkalai, atau bahkan dikorbankan untuk kepentingan jangka pendek. Warga Jakarta membutuhkan konsistensi dalam kebijakan ruang publik, karena inilah inti dari kota yang sehat, inklusif, dan berkelanjutan.
Trotoar dan jalur sepeda bukan hanya soal fasilitas, tetapi cerminan arah pembangunan kota. Anies Baswedan telah menorehkan jejak penting bahwa Jakarta bisa berubah menjadi kota yang lebih ramah publik. Dengan keberanian untuk menempatkan manusia sebagai prioritas, ia menunjukkan bahwa membangun kota adalah tentang memberikan ruang yang adil bagi semua, bukan sekadar melayani kepentingan kendaraan bermotor. Dan disitulah, jejak langkah Anies akan selalu dikenang dalam perjalanan panjang Jakarta menuju kota dunia yang benar-benar layak huni.
Platform Terbaik Belajar Online Untuk Anak Indonesia
by Admin 9 Mar 2025
10 Aspek Penting Pemasaran Bisnis Menggunakan Youtube
by Admin 29 Jul 2024