Pulau Kecil, Masalah Besar, Dampak Perubahan Iklim bagi Warga Pesisir Maluku

7 Nov 2025  | 22x | Ditulis oleh : Penulis
Dinas Lingkungan Hidup

Pulau-pulau kecil di wilayah Maluku menyimpan keindahan alam yang luar biasa: pantai berpasir, laut biru jernih, hutan mangrove, dan komunitas pesisir yang telah hidup berdampingan dengan alam selama generasi. Namun, belakangan ini sinyal-bahaya akibat perubahan iklim mulai menyeruak. Dari abrasi pantai hingga air laut yang naik, dari perubahan pola hujan hingga rusaknya ekosistem laut semua ini semakin nyata bagi warga pesisir Maluku yang selama ini menggantungkan hidupnya pada alam. Salah satu fakta yang perlu diperhatikan: provinsi Maluku memiliki garis pantai yang sangat panjang dan kerentanan terhadap perubahan iklim, termasuk abrasi dan intrusi air laut. 

Lembaga seperti Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Maluku Utara (DLH Malut) melalui https://dlhmalukuutara.id/ juga telah menyebut dalam situs resminya bahwa pengelolaan lingkungan hidup merupakan urusan penting di daerah kepulauan ini, yang membutuhkan transparansi informasi dan tindakan nyata. Warga pesisir kini menghadapi tantangan yang tidak sekadar “angin lalu”: misalnya, perubahan iklim mengubah pola curah hujan, menyebabkan musim kemarau lebih panjang dan hujan lebat tiba-tiba; laut yang memanas berdampak bagi biota laut; dan abrasi pantai yang makin cepat membuat rumah penduduk hilang sepotong demi sepotong. Di beberapa daerah di Maluku, seperti di kawasan pesisir yang berbatasan langsung dengan laut terbuka, warga melaporkan bahwa garis pantai makin mundur dan sejumlah tangkapan ikan makin sedikit sebuah sinyal bahwa ekosistem laut dan pesisir semakin tertekan.

Masalah abrasi pantai menjadi sangat nyata di Maluku. Sebuah laporan menyebut bahwa di wilayah pesisir Maluku tengah, jalan raya yang membentang di dekat pantai mulai runtuh karena ombak dan gelombang yang semakin kuat, akibat abrasi. Ketika pasir pantai dicuci lebih cepat oleh gelombang dan pasang naik, maka rumah-rumah penduduk, fasilitas umum, dan lahan pertanian di tepi pantai menjadi rentan. Untuk warga yang tinggal di pulau kecil, opsi relokasi atau pembangunan tanggul kadang sulit dilakukan karena sumber daya terbatas dan akses yang sulit. Selain itu, intrusi air laut ke area pertanian dan air tanah membuat kualitas air tawar menurun, sehingga untuk kebutuhan sehari-hari seperti mandi, cuci, dan air minum muncul masalah baru.

Perubahan iklim juga berdampak pada ekosistem laut dan kehidupan nelayan tradisional. Peningkatan suhu laut, perubahan arus laut, serta kerusakan terumbu karang membuat tangkapan ikan lebih sulit. Sebuah studi di Maluku menyebut bahwa masyarakat pesisir menghadapi “kelangkaan hasil tangkapan” dikarenakan perubahan iklim dan tekanan lingkungan lainnya. Ketika hasil tangkapan ikan menurun, pendapatan keluarga masyarakat pesisir ikut menipis, dan anak-cucu mulai mengalami dampak dari ketidakpastian ekonomi ini. Belum lagi kondisi sosial-kultural yang terancam karena tradisi laut mulai terganggu.

Warga pesisir dan pulau kecil juga harus bersiap menghadapi perubahan pola hujan dan potensi bencana yang lebih sering. Curah hujan ekstrem, gelombang tinggi, dan naiknya permukaan laut bisa memperparah risiko banjir dan tanah longsor di kawasan pesisir dan hulu sungai yang berbatasan dengan laut. Karena sumber penghidupan banyak yang bergantung pada perikanan dan pertanian, maka ketika alam “berubah” tanpa kesiapan, maka dampaknya bukan hanya lingkungan, melainkan kesejahteraan manusia. Di sinilah peran penting institusi lingkungan dan pemerintahan daerah menjadi sangat tampak.

DLH Malut mencatat bahwa penanganan perubahan iklim di kepulauan seperti Maluku tidak bisa dilakukan secara parsial. Mereka dalam beberapa kesempatan menyerukan perlunya kolaborasi antara pemerintah daerah, masyarakat adat, lembaga konservasi, serta sektor swasta agar strategi adaptasi bisa berjalan komprehensif. Tapi, tantangan besar masih muncul: misalnya keterbatasan dana untuk pengawasan dan mitigasi. Sebuah laporan DPRD Maluku Utara bahkan menyebut bahwa anggaran DLH untuk pengawasan lingkungan hidup sangat minim dibandingkan kebutuhan pengelolaan kompleks wilayah pesisir dan pulau kecil. Sementara itu, masyarakat seringkali tidak memiliki akses ke informasi atau bantuan teknis yang memadai untuk menghadapi perubahan iklim.

Upaya yang sudah berjalan mencakup penguatan pemetaan zona pesisir, pembangunan infrastruktur tanggul atau pemecah gelombang di beberapa titik, pelatihan masyarakat untuk diversifikasi ekonomi (misalnya ekowisata, budidaya laut), serta restorasi mangrove untuk penahan ombak dan abrasi. Mangrove sendiri merupakan salah satu sistem alami penting yang bisa memperkuat ketahanan pesisir terhadap kenaikan muka air laut dan gelombang besar. Namun pelaksanaan di lapangan masih membutuhkan peningkatan termasuk pemanfaatan data lokal, sumber daya manusia yang cukup, dan komitmen yang konsisten dari semua pihak.

Kunci keberhasilan adaptasi perubahan iklim di pulau-kecil Maluku adalah pemberdayaan masyarakat. Ketika warga pesisir memahami perubahan yang terjadi dan dilibatkan dalam pengambilan keputusan, maka strategi adaptasi bisa lebih tepat guna. Misalnya, membentuk kelompok komunitas pesisir yang secara rutin memonitor kondisi pantai dan laut, mengadopsi teknologi sederhana seperti pompa air tahan intrusi, atau kembali ke praktik tradisional yang selama ini menjaga keseimbangan alam. Pendidikan lingkungan dasar di sekolah pesisir juga penting agar generasi muda melek terhadap tantangan iklim. Dari sisi kebijakan, perlu juga ada insentif bagi masyarakat yang ikut mengadopsi praktik adaptasi misalnya konservasi mangrove, pengelolaan sampah laut, atau budidaya laut berkelanjutan sehingga lingkungan dan ekonomi bisa berjalan seiring.

DLH Maluku Utara melalui https://dlhmalukuutara.id/ mengajak seluruh elemen masyarakat dari pemerintah, sektor swasta, komunitas adat, hingga masing-masing warga pesisir untuk bersama sama menyikapi perubahan iklim bukan sebagai ancaman yang tak bisa diubah, tetapi sebagai tantangan yang bisa dijawab dengan sinergi. Pulau kecil di Maluku mungkin tampak lembut dan tenang, namun dibalik itu mereka memikul masalah besar. Dengan komitmen dan aksi nyata sekarang, kita bisa memastikan bahwa generasi mendatang masih bisa hidup di pesisir yang aman, sejahtera, dan harmonis dengan alam.

#Tag
Artikel Terkait
Mungkin Kamu Juga Suka
Tryout
Scroll Top